diaspora.id logo
Menu
Our
Partner:
Diaspora Pedia
Copyright @2024 diaspora.id
All right reserved

Berawal dari PHK hingga Meraih mimpi Beasiswa LPDP ke LSE, Kisah Difa sebagai diaspora di Inggris

oleh | Rabu, 04 Desember 2024 - 07:20 WIB

Difa Mubaroq memulai pendidikannya di SMK Farmasi. Namun, alih-alih langsung bekerja, ia memilih untuk melanjutkan kuliah. Pada tahun 2014, ia diterima di Universitas Airlangga (Unair) jurusan Manajemen Perbankan. Setelah lulus pada tahun 2017, Difa mendapatkan pekerjaan di Lior Air. Namun, pandemi COVID-19 pada tahun 2020 menyebabkan dirinya terkena PHK, yang menjadi titik balik besar dalam hidupnya.

Kesadaran akan Pentingnya Pendidikan dan Social Impact

PHK tersebut menyadarkan Difa bahwa pendidikan diploma yang ia miliki belum cukup. Ia mulai mendalami isu ketenagakerjaan di Indonesia, terutama minimnya perhatian terhadap pendidikan bagi pekerja dengan latar belakang sosial ekonomi terbatas. Dengan tekad tersebut, ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri, mengambil jurusan Social Innovation and Entrepreneurship. Ia percaya bisnis dapat menjadi alat transformasi sosial, tidak hanya sekadar menghasilkan keuntungan.

Mengejar LPDP: Perjalanan Panjang dan Penuh Tantangan

Difa awalnya gagal pada tahap pertama seleksi LPDP. Namun, ia tidak menyerah. Setelah belajar dari pengalaman, ia kembali mendaftar pada tahun 2023, kali ini ke London School of Economics and Political Science (LSE), dan berhasil mendapatkan beasiswa bergengsi tersebut. Perjalanan ini tidak mudah. Ia harus mengikuti tes IELTS hingga tiga kali hingga akhirnya mendapatkan skor 7.

“Yang paling penting adalah memiliki motivasi kuat dan niat yang jelas saat memilih program studi,” ujarnya. Menurutnya, LPDP bukan hanya soal berbicara tentang dampak sosial, tetapi juga menunjukkan kemampuan menyeimbangkan studi dan kehidupan sehari-hari.

Adaptasi di London: Hectic dan Penuh Tantangan

Tiba di London dua minggu sebelum perkuliahan dimulai, Difa sengaja mengatur jadwal keberangkatannya lebih awal untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Dari eksplorasi tempat tinggal hingga menemukan restoran dan toko halal, semua ia persiapkan dengan matang. Namun, adaptasi akademik tidak kalah menantang. Sistem pembelajaran di LSE menggunakan Harvard style, yang menuntut diskusi terbuka di kelas, presentasi kasus 20-25 halaman setiap minggu, dan berbagai tugas esai tanpa ujian konvensional.

“Setelah enam tahun tidak membuka buku, awalnya sulit untuk mengejar tempo belajar. Tapi saya mengatasinya dengan membuat study group,” cerita Difa. Ia juga bergabung dengan komunitas bulutangkis kampus untuk menjaga work-life balance dan komunitas Sustainability Students untuk memperluas jaringan.

Budaya Baru dan Tantangan Sebagai Muslim di London

Meskipun pernah ke Jerman sebelumnya, Difa tetap menghadapi tantangan seperti jam tidur yang berantakan, cuaca dingin yang membuat kulit kering, dan iritasi mata. Sebagai muslim, ia harus menyesuaikan jadwal kuliah agar tetap dapat menunaikan ibadah salat. Untungnya, pihak kampus memberi fleksibilitas bagi mahasiswa muslim untuk masuk lebih lambat atau keluar lebih cepat.

Di sisi lain, Difa mengapresiasi suasana akademik di LSE yang menghargai mahasiswa, termasuk mahasiswa S2. Kampusnya menyediakan mentor akademik, program manager, dan perwakilan mahasiswa yang aktif menjembatani aspirasi mahasiswa ke pihak akademik.

Visi untuk Pulang ke Indonesia

Difa berencana kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studinya. Ia ingin mengimplementasikan ilmu yang diperolehnya, khususnya dalam membangun bisnis yang berdampak sosial. Bahkan, bisnis katering yang ia rintis bersama kakaknya sejak 2016 telah memberdayakan 40 karyawan, yang mayoritas adalah ibu rumah tangga dan orang-orang putus sekolah.

Tips dan Pesan untuk Penerima Beasiswa

“Jangan takut terlihat bodoh. Semua orang di sini menghargai pertanyaan dan pendapat. Jangan juga merasa minder karena setiap orang punya nilai dan kelemahan masing-masing,” pesan Difa. Ia juga menyarankan agar pelajar internasional tidak membatasi pergaulan hanya dengan sesama orang Indonesia.

Untuk pelamar beasiswa, Difa berpesan untuk menemukan motivasi kuat dalam memilih program studi dan bersikap profesional. Ia menutup dengan kalimat inspiratif, “Ikuti kata hati, percaya pada kemampuan diri, dan jangan lelah mengejar impian. Terus berusaha dan berdoa, karena Allah yang akan mengatur sisanya.”

Artikel Terkait