diaspora.id logo
Menu
Our
Partner:
Diaspora Pedia
Copyright @2024 diaspora.id
All right reserved

Indonesia mendorong prinsip keadilan dan kerjasama global untuk menanggulangi perubahan iklim

oleh | Rabu, 11 Desember 2024 - 13:52 WIB

Pemerintah Indonesia menekankan pentingnya prinsip keadilan, tanggung jawab bersama namun berbeda (common but differentiated responsibilities and respective capabilities), serta kerja sama internasional dalam memenuhi kewajiban negara terkait perubahan iklim.

Kerja Sama Internasional dan Kewajiban Negara

Indonesia menyampaikan posisi tersebut pada sidang terbuka di Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) di Den Haag, sebagai bagian dari proses Permintaan Pendapat (Advisory Opinion) terkait kewajiban negara dalam perubahan iklim. Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno, menyampaikan pernyataan Indonesia pada Kamis (5/12).

Indonesia menegaskan bahwa kewajiban negara terkait perubahan iklim diatur dalam berbagai perjanjian internasional, seperti Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS), Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC), dan Perjanjian Paris. Dalam pernyataan oralnya di ICJ, Arif Havas Oegroseno menyatakan, “Pelaksanaan kewajiban berdasarkan perjanjian internasional memerlukan kerja sama antarnegara dan organisasi internasional, dengan prinsip keadilan dan tanggung jawab bersama namun berbeda (common but differentiated responsibilities and respective capabilities/CBDR-RC) sesuai dengan kondisi negara yang berbeda.” Selain itu, Indonesia juga menyoroti pentingnya memberikan perhatian khusus kepada negara kepulauan, yang lebih rentan terhadap fenomena kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim.

Keterkaitan Hak Asasi Manusia dan Lingkungan Hidup

Pemerintah Indonesia juga mencatat keterkaitan antara isu hak asasi manusia dengan hak atas lingkungan hidup yang sehat. Meskipun kewajiban negara untuk melindungi sistem iklim atau lingkungan hidup dari emisi gas rumah kaca antropogenik belum diatur secara khusus dalam instrumen hukum internasional, Indonesia telah mengaturnya dalam hukum nasional. “Pasal 28H UUD 1945 dan Pasal 65 UUPPLH No. 32 Tahun 2009 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. UUPPLH juga menyebutkan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas tanggung jawab negara,” ujar Wakil Menteri Luar Negeri RI.

BACA JUGA:  Menteri Luar Negeri Sugiono Berpartisipasi dalam Forum G7 di Italia

Proses Permintaan Pendapat dan Harapan Global

Proses Permintaan Pendapat ini merupakan momen bersejarah dalam penanganan krisis perubahan iklim global. Sebanyak 98 negara dan 12 organisasi internasional berpartisipasi dalam proses ini. Hasilnya diharapkan menjadi panduan penting bagi pemangku kepentingan dalam memahami hukum internasional terkait perubahan iklim, serta dalam merumuskan tata kelola perubahan iklim dunia ke depan.

“Penting bagi ICJ untuk memberikan penjelasan yang sesuai dengan kerangka hukum internasional terkait perubahan iklim yang ada saat ini. Penerapan aturan hukum yang ketat akan membantu dalam memahami upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim secara global,” tambah Wakil Menteri Luar Negeri RI dalam penutupan pernyataan oralnya.

Partisipasi Negara Lain dalam Sidang ICJ

Sidang oral ini diikuti oleh 98 negara dan 12 organisasi internasional, dan berlangsung dari 2 hingga 14 Desember 2024. Selain Indonesia, negara-negara lain yang juga menyampaikan pernyataan pada hari yang sama antara lain Kepulauan Cook, Kepulauan Marshall, Kepulauan Solomon, India, dan Iran. Diharapkan, proses Permintaan Pendapat ini dapat menjadi acuan yang penting dalam pengembangan hukum internasional terkait perubahan iklim, serta memberikan panduan dalam merumuskan kebijakan global untuk mengatasi krisis perubahan iklim di masa depan.

Artikel Terkait